Kata Pengantar
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada allah swt, karena atas kuasaNya lah penulis dapat menyelesaikan tugas menganalisis keterbacaan suatu bahan ajaran.
Shalawat beserta salamnya semoga tercurah limpahkan kepada baginda Muhammad saw
Dengan berjalannya waktu yang cukup panjang alhamdllah penulis bisa menyelesaikan Makalah ini yang diberi yang berjudul “Analisis keterbacaan”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah penelitian keterbacaan ini banyak sekali kekurangan-kekurangan bail dari segi penggunaan kata dan bahasa yang belum memenuhi kaidah bahasa yang tepat, maupun dari isi penelitian ini sendiri. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan bantuan, kritik dan sarang yang membangun dari berbagai pihak yang membaca makalah penelitian keterbacaan ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan baik moril ataupun material. Oleh karena itu penulis mengucapkan terim kasih kepada:
1. Titin kusmini,M.pd selaku dosen pembimbing;
2. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan motivasinya;
3. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatunya tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Sekali lagi penulis ucapkan syukur kepada ilahi robbi semoga ilmu yang didapatkan mendapatkan makna dan manfaat bagi kehidupan kita, amin
BAB 1 PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata / bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kallau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodson 1960 : 43-44). selain itu membaca juga dapat memiliki sifat reseptif. Reseptif yaitu proses penerimaan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari suatu sumber yang diciptakan oleh pengarang yang bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembacanaya. Melalui sifat reseptif ini, membaca berfungsi untuk mendapatkan pengetahuan yang terdapat dalam ruang lingkup kehidupan untuk menambah wawasan. Berdasarkan fungsi tersebut, membaca merupakan suatu alat penting untuk menemukan dan menentukan suatu keputusan tepat karaena kecerdasan berdasarkan hasil membcanya trsebut. Jadi jelas membaca mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kehidupan ini.
Pengertian membaca telah banyak didefinisikan oleh para ahli, diantaranya menurut Koswara( 1998: 6) mengemukakan bahwa membaca adalah memperoleh pengertian dari kata-kata yang ditulis orang lain dan merupakan dasar dari pendidikan awal. Aminudin (1987:6) mengemukakan bahwa membaca adalah mereaksi, yaitu memberikan reaksi karena dalam membaca seseorang terlebih dahiulu melaksanakan pengamatan terhadap huruf sebagai representasi bunyi ujaran maupun tanda penulisan lainnya.
Melalui kedua pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa yang paling penting bahwa membaca merupakan dasar awal dari pendidikan. Dan dalam membaca seseorang harus melaksanakn pengamatan huruf-huruf terlebih dahulu sebagai bahan acuan yang perlu diperhatikan dalam tanda-tanda baca. Dengan demikian, dalam tataran yang lebih tinggi membaca bukan sekedar memahami lambing-lambang bunyi ujar saja melainkan pula berusaha memahami, menerima atau ,menolak, membandingkan dan meyakini pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh si pengarang.
Didasari oleh uraian-uraian tersebut, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian ilmiah melalui kegiatan pembelajaran membaca teks wacana siswa Sekolah Dasar kelas V semester genap.
b. Rumusan masalah
Berdasar pada pendapat para ahli dan permasalahan yang penulis ketahui di lapangan penulis merumuskan masalah penelitian ini yaitu, bahan ajar membacaa dan keterbacaan bagi sisiwa SD kelas Vdengan menggunakan metode Grafik Fry.
c. Definisi operasional
penulis membaca menggambarkan pelaksanakan penelitian ini dgn menjabarkan definisi operasional ini sebagai berikut.
a. Kemampuan membaca cepat / bahan Ajar Membaca Dan Keterbacaan
Keterbacaan (redability) merupakan ukuran tentang sesuai-tidaknya suatau bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaran atau kemudahan wacananya.
Untuk memeprkirakan tingkat keterbacaaan bahan bacaan, banyak dipergunakan orang berbagai formula keterbacaan. Perkiraaan-perkiraan tentang tingkat kemampuan membaca berguna terutama bagi guru yang mempunyai perhatian terhadap metode pemberian tugas membaca atau bagi penelitian buku-buku dan bahan bacaan lainnya yang layak dibaca.
Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan dalam bentuk peringkat kelas. Oleh karena itu, setelah melakukan pengukuran keterbacaaan sebuah wacana, orang akan dapat mengetahuinkecocokan materi bacaan tersebut untuk peringkat tertentu.
b. Metode gerak mata/formula keterbacaan Fry: Grafik Fry
Grafik yang diperkenalkan Fry ini merupakan formula yang dianggap relative baru dan mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam majalah journal of Reading. Grafik yang asli dibuat pada tahun 1968.
Formula ini mendasarkan keterbacaannya ini melalui pada atas dua factor utama, yakni panjang-pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah banyak-sedikitnya suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut.
d. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahan ajar yang cocok untuk digunakan oleh guru sebagai bahan ajar kepada sisiwa sehingg guru dapat mengethaui tingkat keterbacaan setiap siswa melalui formula keterbacaan grafik fry.
e. Kegunaaan penelitian
Penulis berharap penelitian ini bermanfaat baik secara teoretis maupun secra praktis.
1. Secara teoretis
Penulis berharap penelitian ini berguna untuk mendukung teori pembelanjaran dan teori untuk mengukur tingkat keterbacaan siswa dengan bahan ajar yang sesuai.
2. Secara praktisPenulis berharap juga hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan keterbacaan siswa dalam membaca bahan ajarnya
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Kajian Teori
1. Hakikat Membaca
a. Pengertian Membaca
Untuk memahami unsur-unsur bacaan-bacaan dalam sastra terlepas dari kegiatan membaca. Karena itu, diperlukan kemampuan membaca sastra yang memadai. Membaca sastra bukanlah sekedar mengisi waktu luang. Namun dengan membaca satra kita sebagai pembaca akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang sastra. Akan tetapi walupun membaca sastra dengan tujuan hanya untuk mengisi waktu luang untuk memahami isinya bukanlah hal yang mudah.
Di lapangan banyak orang mengatakan bahwa membaca sastra misalnya membaca cerita pendek itu pekerjaan yang mudah sekali. Dalam tempo waktu berapa menit saja kita bisa menyelesaikannya. Dalam satu kali duduk cerita itu akan bisa sekali kita baca. Namun bila kita bertujuan membaca cerita sastra itu untuk dipahami, belum tetntu kita bisa menyelasaikannya dalam satu kali duduk. Tentang hal ini Aminudin (2000:15) menyatakan bahwa,
Membaca disebut sebagai kegiatan memberikan reaksi karena dalam membaca seseorang terlebih dahulu melaksanakan pengamatan terhadap huruf sebagai representasi bunyi ujar maupun tanda penulisan lainnya. Dari reaksi itu lebih lanjut terjadi kegiatan rekognisi, yakni pengenalan bentuk dalam kaitannya dengan makna yang dikandungnya serta pemahaman yang keseluruhannya masih melalui tehap kegiatan etrtentu.
Selanjtnya Aminudin (2000:15) menyatakn bahwa,
Membaca adalah suatu proses. Membaca pada dasarnya adalah kegiatan yang cukup kompleks. Disebut kompleks karena membaca melibatkan berbagaiaspek baik fisik, mental, bekal pengalaman dan pengetahuan maupun aktivitas berpikir dan perasaan. Dalam membaca keseluruhan aspek itu terproses untuk mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan (1) persepsi, (2) rekognisi), (3) Kompetensi, (interpretasi, dan (6) kreasi dan utilisasi.
“Membaca merupakan proses yang menuntut pembaca malakukan pertukaran ide denagn penulis melalui teks. Membaca adalah proses yang tak ubahnya dengan proses ketika seseorang sedang berpeikir dan bernalar”. Atas dasar pijakan tersebut menurut Harras dan Lilis Sulistianingsih (1998:1.7) berpendapat bahwa “membaca dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan komunikasi interaktif yang memberikan kesempatan kepada pembaca dan penulis untuk membawa latar belakang dan hasrat masing-masing” (Thorndike dalm Harras Lilis Sulistianingsih, 1998:1.7).
Cole dalam Wiryodijoyo (1989:1) menyatakan bahwa “membaca adalah proses psikologis untuk menentukan arti kata-kata tertulis. Membaca melibatkan penglihatan, gerak mata, pembicaraan batin, ingatan, pengetahuan, mengenai kata yang dapat dipahami, dan pengalaman pembacanya”. Selain itu, Wiryodijoyo (1989:2) menyatakan pula bahwa “membaca adalah salah satu cara berkomunikasi dengan orang lain, juga kepada diri sendiri. Lebih lanjut dikemukakan Wiyodijoyo (1989:9) bahwa belajar membaca dan membaca untuk belajar akan mencari satu kesenangan yang merupakan kegiatan yang berharga”.
Pakar membaca lain, Harjasujana dan Visamia S. Damaianti (2003:3) mengemukakan bahwa,
Membaca merupakan suatu proses yang kompleks yang meliputi pemahaman makna, interpretasi makna, reaksi pembaca, serta penerapannya terhadap kehidupan. Membaca merupakan kegiatan yang aktif yang meminta setiap orang menegrti akan makna, dan membawa setiap idenya ke halaman yang bercetakan. Dengan demikian setiap lambing akan membari makna secara cepat sesuai dengan pola penulisan dan pengalaman serta intelegensi dan kebiasaan pembaca.
Berdasarkan pada pengertian para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa membaca adalah kegiatan yang dilakukan stiap manusia untuk memahami semua informasi, gagasan, ide yang yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulsi. Membaca adalah kegiatan berfikir dan bernalar. Membaca adalah kegiatan memahami makna bacaan baik bersifat tersurat maupun tersirat.
b. Aspek-aspek Membaca
Aspek-aspek membaca meliputi:
a. Keterampilan mengenali kata,
b. Keterampilan mengamati tanda baca,
c. Keterampilan memahami makna tersurat,
1) Keterampilan memahami makna kata,
2) Keterampilan memahami makna frase,
3) Keterampilan memahami makna kalimat,
4) Keterampilan memahami makna paragraf,
5) Keterampilan memahami makna subbab,
6) Keterampilan memahami makna bab.
d. Keterampilan membaca kritis
1) Kemampuan menemukan ide pokok atau gagasan suatu bacaan secara tersurat,
2) Kemampaun menemukan tema cerita,
3) Kemampuan membuat kesimpulan bacaan,
4) Kemampuan menganalisis fakta-fakta penunjang,
5) Kemampuan mengorganisasikan fakta-fakta,
6) Kemampuan membedakan fakta dan opini,
7) Kemampuan membedakan realitas dengan fantasi,
8) Kemampuan menemukan unsur-unsur propaganda,
9) Kemampuan menemukan latar belakang tujuan pengarang,
10) Kemampuan meramalkan dampak,
11) Kemampuan menilai kebenaran isi bacaan,
12) Kemampuan menilai kesesuaian judul dengan pengembangan karangan.
e. Kemampuan membaca kreatif
1) Kemampuan membuat ringkasan,
2) Kemampuan membuat outline (kerangka karangan),
3) Kemampuan menyusun resensi,
4) Kemampuan menerapkan isi bacaan dalam konteks sehari0hari,
5) Kemampuan esei balikan.
Membaca merupakan keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan kecil lainnya. Karena itu, Tarigan (1992:33) mengemukakan bahwa secara garis besar membaca itu sendiri atas dua aspek yaitu sebagai berikut:
a. Keterampialn yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan paling rendah (lover order). Aspek tersebut meliputi
1) Pengenalan bentuk huruf,
2) Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain).
3) Pengenalan hubungan-koresponden pola ejaan dan huruf (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to back of print”.
4) Kecepatan membaca bertaraf lambat.
b. Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi. Aspek ini meliputi:
1) Memahami pengertian sederhana (gramatikal, leksikal, dan retorikal),
2) Memahami signifikasi atau makna, antara lain (maksud dan tujuan pengarang, relevansi atau keadaan, kebudayaan, reaksi pembaca),
3) Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk),
4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa aspek-aspek membaca itu adalah proses membaca yang melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan kecil lainnya.
c. Tujuan membaca
Tujuan membaca merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan membaca. Tujuan membaca yang jelas akan memberikan motivasi yang besar bagi seseorang. Seseorang yang sadar sepenuhnya akan mempunyai tujuan membacanya akan dapat mengarahkan sasaran daya pikir kritisnya dalam mengolah bahan bacaan sehingga memperoleh kepuasan dalam membaca. Para ahli sepakat bila tujuan membaca merupakan modal utama untuk melakukan kegiatan membaca. Karena tujuan membaca dipengaruhi oleh beberapa factor maka para ahli merumuskan tujuan membaca berada satu sama lain.
Menurut Waples dalam Nurhadi (1987:136), dinyatakan bahwa tujuan membaca itu meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Mendapat alat tertentu (instrumental effect), yaitu membaca untuk tujuan memperoleh sesuatu yang berssifat praktis, misalnya cara membuat masakan, cara membuat topi, cara memperbaiki bola lampu dan sebagainya.
b. Mendapat hasil yang berupa prestise (prestige effect), yaitu membaca dengan tujuan ingin mendapat rasa lebih (self image) dibandingkan orang lain dalam lingkungannya. Misalnya, seorang tokoh merasa lebih bergengsi bila bacaannya majalah-majalah yang terbit di luar negeri.
c. Memperkuat nilai-nilai pribadi atau keyakinan, misalnya membaca untuk mendapat kekuatan keyakinan pada partai politik yang kita anut, memperkuat keyakinan agama, mendapat nilai-nilai baru dari sebuah buku filsafat, dan sebagainya.
d. Mengganti pengalaman estetik yang sudah using, misalnya membaca untuk tujuan mendapat sensasi-sensasi baru melalui penikmatan emosioanl bahan bacaan (buku cerita, novel, roman, cerita pendek, cerita criminal, biografi tokoh terkenal, dan sebagainya).
e. Membaca untuk menghindarkan diri dari kesulitan, ketakutan atau penyakit tertentu.
Tarigan (1987:9) mengungkapkan bahwa tujuan membaca adalah, “mencari serta memperoleh informasi, isi, memahami makna bacaan”. Sedangkan Anderson dalam Tarigan (1987:9-10) mengungkapkan yujaun membaca sebagai berikut:
a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakuakn oleh sang tokoh, apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).
b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalm cerita, apa-apa yang dipelajari atau hal yang dialami oleh sang tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan seterusnya, setiap tahap dibuat untuk memcahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequwnce or organization).
d. Membaca untuk menemukan serta mengetaui mengapa para tokoh merasakan seperti cara meereka itu, apa ynag hendak diperlihatkan oleh sang pengarag kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimilki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Membaca ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yangb tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalm cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar, ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify).
f. Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup denga ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat sperti apa yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara sang tokoh dalam cerita itu. Membaca ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate).
g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaiamana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka penulis menyimpulakn bahwa tujuan membaca adalah untuk studi, rekreasi atau hiburan dan untuk memperoleh informasi yang aktual.
2. Hakikat Keterbacaan
a. Pengertian Keterbacaan
Untuk memperoleh bahan ajar membaca, guru harus mampu memilih bahan ajar bacaan yang layak untuk para siswanya. Hal ini merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, terlebih bagi huru bahasa Indonesia, karena secara formal pengajaran membaca dibebankan pada guru bidang studi bahasa Indonesia. Dikemukakan Harjasujanadan Yeti Mulyati (1997:105) bahwa “buku paket, buku teks sebagai pegangan dasar dalam melaksankan kegiatan belajar dewasa ini sangat banyak jumlahnya, namun tidak berarti guru harus terpaku dengan satu macam bahan ajar yang ada”’ jadi, dengan menentukan bahan jar bacaan yang cocok dan layak digunakan siswa dan guru harus mempu memilihkan bahan bacaan yang layak baca untuk para siswanya, salah satunya guru harus memahami kriteria penentuan kelayakan bahan bacaan itu dengan menentukan tingkat keterbacaan sebuah bacaan atau wacana.
Sebagaimana penulis kemukakan bahwa untuk menentukan tingkat kelayakan sebuah wacana dapat dibaca sisiwa, kita dapat menganalisisnya dengan formula keterbacaan. Harjasujana dan Yeti Mulyati (1997:106) mengemukakan bahwa,
Keterbacaan merupakan istilah dalam bidang pengajaran membaca yang memperhatikan tingkat kesulitan materi yang sepantasnya dibaca seseorang. Keterbacaan merupakan alih bahasa dari redabality. Bentuk readability merupakan kata tuunan yang dibentuk oleh bentuk dasar “readable” dapat dibaca atau terbaca. Konfiks ke-an pada bentuk keterbacaan mengandung arti “hal yang berkenaan” denagn apa yang disebut dalam bentuk dasarnya. Oleh karena itu, kita dapat mendefinisikan “keterbacaan” sebagai hal ihwal terbaca tidaknya suatu bahn bacaan tertentu oleh pembacanya. Jadi, keterbacaan ini mempersolakan tingkat kesulitan atau tingkat kemudahan suatu bahan bacaan tertentu bagi peringkat pembaca tertentu. Keterbacaan (redability merupakan ukuran sesuai tidaknya suatu abhan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaran atau kemudahan wacananya.
Keterbacaan merupakan padanan redability dalam bahasa inggris. Istilah ini diartikan Harjasujana, dkk. (1999:10) yaitu:
1) Kemudahan tipografi atau tulisan tangan,
2) Kemudahan membaca yang disebabkan oleh daya tarik bahan bacaan dan tingkat minat baca atau,
3) Kemudahan memahami bahan bacaan yang disebabkan kecerdasan bahasanya.
Sakri dalam Harjasujana dkk. (1999:11) menjelaskan bahwa,
Keterbacaan mertupakan antara ketedasan dan kejelahan. Ketedasan berhubungan dengan keterbacaan bahasa, sedangkan kejelahan berhubungan dengan keterbacaan tata huruf. Baik ketedasan mapun kejelahan ditentukan oleh banyak faktor. Berbagai faktor yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah ihwal ketedasan. Tata huruf dan daya tarik wacana hanya disingggung pada waktu diperlukan untuk melancarkan pembicaraan.
Keterbacaaan (redability) merupakan ukuran tentang sesuai-tidaknya suatu bahan bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaran atau kemudahan wacananya.
Uraian di atas penulis simpulkan bahwa tingkat keterebacaan dapat diartikan sebagai tingkat kesulitan atau kemudahan wacana. Faktor yang paling utama mempengaruhi keterbacaan ada dua hal, yakni panjang pendeknya kalimat dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah huruf dan silabi yang membentuknya.
b. Formula Keterbacaan Grafik Fry
Dewasa ini beberapa formula keterbacaan yang lazim digunakn untuk memperkirakan tingkat kesulitan sebuah wacana. Harjasujana dan Yeti Mulyati (1997:107) mengemukakan bahwa,
Formula-formula keterbacaan ayng terdahulu, memang bersifat kompleks dan menuntut pemakainya untuk memiliki kecermatan menghitung berbagai variable. Penelitian yang terakhir membuktikan bahwa ada dua faktor yang berpengaruh terhadap keterbacaan yakni a) panjang pendeknya kalimat, 2) tingkat kesulitan kata. Pada umumnya semakin panjang kalimat dan semakin panjang kata-kata, maka bahan bacaan dimaksud semakin sukar. Sebaliknya, jika kalimat dan katanay pendek-pendek, maka wacana dimaksud tergolong wacana yang mudah.
Dijelaskan pula Harjasujana dan Yeti Mulyati (1997:107) bahwa,
Formula-formula keterbacaan yang dewasa ini sering digunakan untuk mengukur keterbacaan wacana, tampaknya berkecenderungan kepada dua tolak ukur tadi. Panjang kalimat dan kesulitan kata merupakan dua faktor utama yang melandasi alat-alat pengukur keterbacaaan yang mereka ciptakan. Formula-formula keterbacaan yang mengacu pada kedua patokan tersebut, misalnya keterbacaan-keterbacaan yang dibuat Spache, Dale dan Chart, Gunning, Fry, Rayfor, dan lain-lain.
Harjasujana dan Yeti Mulyati (1997:135) mengemukakan bahwa, “dari sekian banyak formula keterbacaan yang diperkenlakan orang, grafik Fry dan grafik Raygor merupakan dua alat yang dipandang praktis dan mudah menggunakannya. Namun karena alat tersebut diciptakan untuk mengukur wacana bahasa inggris, maka pemakainnya untuk wacana bahasa Indonesia harus disesuikan.”.
Harjasujana dan Yeti Mulyati (1995:85) lebih jauh mengemukakan
bahwa Banyak rumus yang dapat digunakan guru untuk menentukan tingkat keterbacaan suatu wacana. Penggunaan haus keterbacaan tersebut dapat dilakukan guru untuk memudahkan dalam mempersiapkan atau mengubah bahan bacaan dengan jalan meninggikan atau menurunkan tingkat keterbacaan antar lain gtrafik fry. Grafik fry merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan pengefisienan teknik penentuan tingkat keterbacaan.
Petunjuk penggunaan grafik fry
1. Pilihlah seratus kata dari wacana yang akan diukur keterbacaannya. Jika dalam wacana tersebut terdapat nama, deret angka, dan singkatan, ketiganya dihitung satu kata. Kata ulang juga dianggap satu kata. Kata dalam judul bab atau subab tidak boleh dihitung. Misalnya budi, ABRI, dan 1979 masing-masing dihitung satu kata.
2. Hitunglah jumlah kalimat yang terdapat alam keseratus kata terpilih tersebut. Jika kalimat akhir tidak tepat pada titik, perhitungannya adalah jumlah kalimat lengkap ditambah jumlah kata pada kalimat terakhir yang masuk pada jumlah kata keseratus dibagi jumlah keseluruhan kata kalimat terakhir. Misalnya dari keseratus kata yang telah dipilih ada 6 kalimat lengkap dan pada kalimat terakhir kata yang masuk keseratus kata ada 5 katasedangkan jumlah kata pada kalimat itu seluruhnya ada 10 kata, jumlah kalimatnya adalah 6 + 5 = 6,5 kalimat
3. Hitunglah jumlah suku kata dari keseratus kata yang telah dipilih. Kata yang berupa deretan angka dan singkatan dianggap masing-masing huruf / angkanya satu suku kata. Karena jumlah suku kata bahasa indonesia dan bagasa inggris bebeda, jumlah suku kata yang dihitung tersebut selanjutnya harus dikalikan 0.6. misalnya jumlah suku kata keseratus kata terpilih adalah 250 suku kata maka jumlah suku kata yang sebenarnya adalah 250 × 0,6 = 150 suku kata.
4. Plotkan hasil penghitungan di atas ke dalam grafik fry. Pembacaan hasil akhir merupakan pertemuan antara garis diagonal dan vertikal yang dihasilkan dari jumlah suku kata dan jumlah kalimat. Jika hasilnya terletak pada satu kolom tertentu, itulah timgkat kesulitan wacana tersebt.
5. Guna menghindari kesalahan, tentukanlah hasil akhir pengukuran dengan mencantumkan satu kelas di bawah dan satu kelas di atas. Misalnya pertemuan garis terletak pada kelas tiga, wacana tersebut dianggap cocok dibaca siswa kelas 2, 3, dan 4. Jika pertemuan garis tersebut jatuh pada daerah yang diarsir, wacana tersebut dikategorikan wacana yang tidak valid.
Selanjutnya dalam mengukur tingkat keterbacaan sebuah buku si pengukur harus menempuh langkah-langkah petunjuk penggunaan grafik fry yang kemudian menghitung hasil rata-ratanya. Data hasil rata-rata tersebut harus dijadikan dasar untuk menentukan tingkat keterbacaan wacana buku tersebut.
Dikemukakan Harjasujana, dkk (1988:4.13) bahwa,
Formula ketrebacaan grafik fry cocok sekali digunakan pada wacana bahasa Inggris. Namun kadang guru perlu mengevaluasi bacaan yang terdiri atas kata-kata yang jumlahnya kurang dari seratus buah, seperti pertanyaan-pertanyaan dalam tes, petunjuk untuk melakukan kegiatan tertentu, pengumuman-pengumuman singkat, atau petunjuk-petunjuk penggunaan obat-obatan tertentu. Untuk menentukan wacana-wacana yeng demikian yang jumlah katanya kurang dari seratus perkiraan kita dapat menggunakan prosedur penggunaan grafik fry, dengan mengacu pada daftar konversi grafik fry.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menganalisis wacana yang kata-katanya kurang dari seratus yaitu sebagai berikut.
Prosedur kerja untuk menempuh langkah-langkah grafik fry yang wacananya kurang dari 100 kata:
Langkah (1)
Hitunglah jumlah kata dalam wacana yang akan diukur tingkat
keterbacaannya itu dan bulatkan pada bilangan puluhan yang terdekat. Jika
wacana tersebut terdiri atas 54 buah kata, misalnya, maka jumlah tersebut
diperhitungkan sebagai 50, jika jumlah wacana itu ada 26 buah, maka
bilangan kebulatannya adalah 30.
Langkah (2)
Hitunglah jumlah suku kara dan kalimat yang ada dalam wacana tersebut
Kegiatan ini dilakukan dengan cara sama seperti langkah 2 dan 3 pada
petunjuk penggunaan grafik fry (seperti telah kita demonstrasikan) pada
penjelasan terdahulu.
Langkah (3)
Selanjutnya, perbnayak jumlah kalimat dan suku kata (hasil penghitungan 2
tersebut) dengan angka-angka yang ada dalam daftar konversi seperti yang
tampak di bawah ini. Dengan demikian guru dapat menggunakan lagi grafik
fry menurut tata tertib yang sudah dijelaskan terdahulu. Dengan kata lain data
yang diplotkan ke dalam grafik adalah daftar yang telah diperbanyak dengan
daftar konversi.
Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan daftar konversi untuk grafik fry
DAFTAR KONVERSI UNTUK GRAFIK FRY
Jika jumlah kata dalam wacana itu sejumlah Perbanyaklah jumlah suku kata dan kalimat dengan bilangan berikut
30 3,3
40 2,5
50 2,0
60 1,67
70 1,43
80 1,25
90 1,1
(Harjasujana dan Yeti Mulyati, 1996:124-125).
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Penulis melaksanakan penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian grafik fry. Penulis menggunakan metode grafik fry, karena metode tersebut merupakan metode untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu bacaan, sehingga dapat diketahui tingkat keterbacaan suatu bacaan tersebut yang di berikan kepada anak didik kita, karena kebanyakan bahan ajaran yang di berikan kepada anak didik tidak sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh anak tersebut, sehingga menimbulkan sulit untuk dipahami oleh anak tersebut karena suatu bacaan yang dijadikan bahan ajaran itu tidak sesuai dengan tingkat kemampuan seorang anak didik dalam memahaminya.
B.Variable Penelitian
Dalam penelitian terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah metode yang akan digunakan dalam mengikat keterbacaan. Variabel bebas adalah buku yang dianalisis untuk mengetahui keterbacaan sisiwa.
C.Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Penulis menggunakan teknik obsevasi yaitu dengan mencari buku paket belajar yang digunakan siswa dalam melakuan pengumpulan data penelitian
D.Sumber data penelitian
Penulis melaksanakan penelitian ini dari buku paket kelas V semester ganjil SDN Kawalu tahun ajaran 2010/2011.
E.Desain penelitian
Untuk melaksanakan penelitian ini penulis mencoba menjabarkan desain penelitian ini sesuai dengan desain yang disarankan dalam PTK. Pada awal penelitian penulis menemukan ide awal dg mengidentifikasi permasalahan tenteng kemampuan membaca siswa. Karena dilapangan itu benar-benar nyata permasalahan yang harus ditindak lanjuti yaitu dengan melaksanakan obsevasi awal. Karena itu penulis melaksanakan tindakan pembelajaran membaca dengan menerapkan teknik baca cepat scanning. Langkah-langkah itulah yang penulis tempuh dengan mengacu pada desain penelitian yg penulis pilih yaitu desain model grafik fry
F.Langkah-langkah penelitian
1. Penulis melakukan analisis ini sesuai dengan pengarahan dosen
2. Dalam pengumpulan data yang diperlukan penulis melakukan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca
3. Data tersebut diaplikasikan dengan melalui teknik analisis observasi
4. Penulis melaksanakan teknik Grafik Fry Dalam menghutung keterbacaan suatu bahan ajaran di antaranya sebagai berikut:
a) Pilihlah seratus kata dari wacana yang akan diukur keterbacaannya. Jika dalam wacana tersebut terdapat nama, angka dan singkatan, ketiganya dihitung satu kata
b) Hitunglah jumlah kalimat yang terdapat alam keseratus kata terpilih tersebut. Jika kalimat akhir tidak tepat pada titik, perhitungannya adalah jumlah kalimat lengkap ditambah jumlah kata pada kalimat terakhir yang masuk pada jumlah kata keseratus dibagi jumlah keseluruhan kata kalimat terakhir. Misalnya dari keseratus kata yang telah dipilih ada 6 kalimat lengkap dan pada kalimat terakhir kata yang masuk keseratus kata ada 5 kata sedangkan jumlah kata pada kalimat itu seluruhnya ada 10 kata, jumlah kalimatnya adalah 6 + 5 = 6,5 kalimat
c) Hitunglah jumlah suku kata dari keseratus kata yang telah dipilih. Kata yang berupa deretan angka dan singkatan dianggap masing-masing huruf / angkanya satu suku kata. Karena jumlah suku kata bahasa indonesia dan bahasa inggris bebeda, jumlah suku kata yang dihitung tersebut selanjutnya harus dikalikan 0.6. misalnya jumlah suku kata keseratus kata terpilih adalah 289 suku kata maka jumlah suku kata yang sebenarnya adalah 289 × 0,6 = 173,4 suku kata
d) Plotkan hasil penghitungan di atas ke dalam grafik fry. Pembacaan hasil akhir merupakan pertemuan antara garis diagonal dan vertikal yang dihasilkan dari jumlah suku kata dan jumlah kalimat. Jika hasilnya terletak pada satu kolom tertentu, itulah timgkat kesulitan wacana tersebut
e) Guna menghindari kesalahan, tentukanlah hasil akhir pengukuran dengan mencantumkan satu kelas di bawah dan satu kelas di atas. Misalnya pertemuan garis terletak pada kelas lima, berarti wacana tersebut dianggap cocok dibaca siswa kelas 3, 4 dan 5. Jika pertemuan garis tersebut jatuh pada daerah yang diarsir, wacana tersebut dikategorikan observa
G. Pengolahan dan analisis data
Penulis mengolah dan menganalisis data penelitian ini mengacu pada penelitian kualitatif degan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Mengklasifikasikan data,
b. Mengkoding data,
c. Menganalisi dan meprentasikan,
d. Menafsirkan data, dan
e. menyimupulkan hasil penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN
Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran keterbacaan grafik Fry. Apalagi jika pengukuran keterbacaan dalam menganalisis buku paket yang cukup tebal. Menganalisis keterbacaan buku paket yang cukup tebal sebaiknya dilakukan sebanyak tiga kali. Dengan mengambil sampel wacana bagian awal buku paket, tengah dan akhir. Berikut penulis sajikan dari hasil penelitian analisis keterbacaan buku paket.
Wacana sampel (100 kata) Jumlah suku kata Jumlah kalimat
Bagian 1 176 4
Bagian 2 125 4
Bagian 3 165 4
Jumlah 446 12
Rata-rata 155 4
Dari hasil rata-rata tersebut setelah diplotkan kedalam grafik fry ternyata titik temu dari persilangan ke dua data tersebut jatuh pada wilayah 11. Artinya tingkat keterbacaan buku paket SD kelas V semester ganjil tepat untuk peringkat 10, 11 dan 12
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitaian yang penulis lakukan penulis menyimpulkan hasil penelitian ini sebagai berikut.
Menganalisis dan mengetahui keterbacaan bahan ajar sangatlah penting untuk para pendidik. Karena keterbacaan itu akan mempengaruhi pemahaman peserta didik terhadap bahan ajar yang diberikan. Formula keterbacaan grafik fry perlu dikembangkan dan perlu dikuasai oleh seorang pendidik.
Penelitian yang dilakukan penulis yaitu menganalisis buku paket kelas V semester genap, Setelah dihitung menggunakan langkah-langkah grafik fry, dijumlah dan dirata-ratakan. Kemudian diplotkan ke dalam grafik fry, buku paket tersebut tepat untuk tingkatan 5, 6 dan 7.
B. Saran
Dalam kesempatan ini penulsi mencoba juga menyampaikan beberapa saran yang terkait dengan penelitian yang penulis laksanakan yaitu sebagai berikut:
1. Hendaknya guru bahsa Indonesia dapat meningkatkan kemampaun membaca siswa denganteknik baca yang cepat
2. Dalam melaksanakan pembelajaran membaca hendaknya guru mengetahui benar teori-teori membaca
3. Untuk meningkatkan kualitas pembelajran membaca ataupun pembelajaran lainnya hendaknya guru dapat melaksanakn pemebelajaran dengan model penelitian tindakan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. (2010). Strategi Membaca Teori dan Pembelajaran. Bandung: RIZQI Press